Apa Itu TABARRUJ ?
Bagi seorang wanita Tabarruj itu adalah berhias diri dengan menampakkan kecantikan atau memperlihatkan Aurat (Perhiasan) agar di lihat atau menjadi perhatian kaum Adam (Laki-Laki) yang bukan Muhrim
Ciri ciri Tabbaruj
✔ Berhias (Mempercantik) diri secara berlebihan agar ingin dilihat orang banyak
✔Memakai Parfum wangi-wangian keluar Rumah sehingga membangkitkan syahwat kaum Adam (Laki – Laki)
✔ Membuka Kerudung dan Berpakaian dengan menampakan lekungan tubuh (Aurat)
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita adalah aurat, apabila dia keluar, setan menghiasinya (pada pandangan lelaki, -pen.).” ( HR. at- Tirmidzi no. 1176, beliau berkata,“Hadits ini hasan sahih.”)
dari Jabir radhiyallahu ‘anhu)Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah ada sepeninggalku nanti suatu fitnah (ujian/cobaan/godaan) yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki melebihi (fitnah) wanita.” (HR. al-Bukhari no. 5096 dan Muslim)
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَـٰهِلِيَّةِ ٱلۡأُولَىٰۖ
“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu.” (al-Ahzab: 33)
Dalam Lisanul ‘Arab (3/33) dijelaskan bahwa tabarruj adalah seorang wanita menampilkan perhiasannya serta menampakkan wajah dan keindahan tubuhnya di hadapan lelaki. Begitu pula (menampakkan) segala sesuatu yang bisa membangkitkan syahwat mereka (lelaki) dan berlenggak-lenggok di dalam berjalan. (Ini semua termasuk tabarruj, -pen.) selama bukan untuk suaminya.
Berpakaian juga tabarruj:
• Wanita yang berpakaian mini baik tampak bagian atasnya saja, seperti rambut, leher, bagian dada, lengan, dan semisalnya, lebih parah lagi yang tampak bagian antara dada dan lutut; dan lebih parah lagi tampak bagian kehormatannya; maupun tampak bagian bawahnya, seperti kaki, betis, atau pahanya.
• Wanita yang berpakaian ketat hingga tampak keindahan lekuk-lekuk tubuhnya, walaupun menutupi anggota fisiknya. Lebih parah lagi ketika dia mengenakan pakaian ketat dengan warna kain yang sama dengan kulitnya seolah-olah tidak berbusana.
• Wanita yang berpakaian panjang menutupi seluruh tubuh, namun tipis menerawang hingga tubuh dalamnya kelihatan.
Para wanita seperti inilah yang diancam oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan neraka. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuberkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا (وَذَكَرَ): وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَ
“Dua jenis ahli neraka aku belum pernah melihat mereka (sebelumnya)…” lalu beliau menyebutkan, “Dan wanita wanita yang berpakaian namun telanjang, menyimpangkan (orang yang melihatnya), berlenggak-lenggok (jalannya), dan kepala mereka seperti punuk unta yang miring.
Mereka tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium aromanya, padahal aroma surga dapat dicium dari jarak sekian dan sekian….” (HR. Muslim no. 2128)
Jadi janganlah seorang wanita menggerakkan kakinya dengan keras terhadap tanah sementara dia berjalan supaya keluar suara dari gelang kaki sehingga laki-laki tahu bahwa wanita tersebut memakai perhiasan di pergelangan kakinya di bawah pakaian. Semua ini berarti bahwa tabarruj itu secara bahasa dan syar’iy adalah perhiasan yang menarik pandangan/perhatian.
Pakaian seperti apakah yang sesuai syariat islam, atau disebut juga Pakaian Takwa.
Allah SWT berfirman:
﴿وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ﴾
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya” (TQS an-Nûr [24]: 31)
Maksudnya, hendaknya para wanita mengulurkan kain penutup kepalanya ke leher dan dada mereka, untuk menyembunyikan apa yang nampak dari belahan gamis (baju) dan belahan pakaian, berupa leher dan dada. Dan Allah SWT berfirman mengenai pakaian wanita bagian bawah:
﴿يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ﴾
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (TQS al-Ahzâb [33]: 59)
Yakni, hendaknya para wanita mengulurkan pakaian yang mereka kenakan di sebelah luar pakaian keseharian ke seluruh tubuh mereka untuk keluar rumah, berupa milhafah (mantel) atau mulâ’ah (baju kurung/jubah) yang mereka ulurkan sampai ke bawah. Allah SWT berfirman tentang tata cara secara umum pakaian tersebut dikenakan:
﴿وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا﴾
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya”. (TQS an-Nûr [24]: 31)
Yakni, janganlah mereka menampakkan anggota tubuh mereka yang menjadi tempat perhiasan seperti telinga, lengan, betis, atau yang lainnya, kecuali apa yang biasa nampak di kehidupan umum pada saat turunnya ayat tersebut, yakni pada masa Rasulullah SAW, yaitu wajah dan kedua telapak tangan. Dengan pendeskripsian yang rinci ini, menjadi amat jelaslah, apa pakaian wanita di kehidupan umum dan apa yang wajib terpenuhi berkaitan dengan pakaian tersebut. Dan datang hadits Ummu ‘Athiyyah yang menjelaskan secara gamblang tentang wajib adanya pakaian untuk wanita yang ia kenakan di atas pakaian kesehariannya pada saat ia keluar rumah.
Karena Ummu ‘Athiyah berkata kepada Rasul saw,
«إِحْدَانَا لاَ يَكُوْنُ لَهَا جِلْبَابٌ»
-salah seorang di antara kami tidak punya jilbab-“. Lalu Rasul saw kemudian bersabda,
«لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهُا مِنْ جِلْبَابِهَا»
–Hendaklah saudarinya mamakaikan jilbabnya kepada wanita itu-”.
Artinya, ketika Ummu ’Athiyah berkata kepada Rasul saw: jika wanita itu tidak memiliki pakaian yang dia kenakan di atas pakaian sehari-hari untuk keluar rumah”, maka Rasulullah saw memerintahkan agar saudarinya meminjaminya pakaiannya yang dia kenakan di atas pakaian sehari-hari.
Maknanya adalah, jika tidak ada yang meminjaminya, maka yang bersangkutan tidak boleh keluar rumah. Ini merupakan qarînah
(indikasi) yang menunjukkan bahwa perintah yang ada di dalam hadits ini adalah wajib.
Artinya seorang wanita wajib mengenakan jilbab di atas pakaian kesehariannya jika ia ingin ke luar rumah. Jika ia tidak mengenakan jilbab, ia tidak boleh ke luar rumah.
Jilbab itu disyaratkan agar diulurkan ke bawah sampai menutupi kedua kaki. Karena Allah SWT telah berfirman:
﴿يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ﴾
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (TQS al-Ahzâb [33]: 59)
Yakni, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya. Sebab kata min dalam ayat ini bukan li at-tab‘îd (untuk menunjukkan sebagian), tetapi li al-bayân (untuk penjelasan).
Artinya, hendaklah mereka mengulurkan mulâ’ah (baju kurung/jubah) atau milhafah (mantel) ke bawah.
Dan juga karena telah diriwayatkan dari lbnu ‘Umar, ia menuturkan: ”Rasulullah saw pernah bersabda:
«مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ يُرْخِينَ شِبْرًا فَقَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لاَ يَزِدْنَ عَلَيْهِ» أخرجه الترمذي وقال هذا حديث حسن صحيح
“Siapa saja yang mengulurkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan memandangnya pada Hari Kiamat.”
Ummu Salamah bertanya, “lalu, bagaimana para wanita memperlakukan ujung pakaian mereka?” Rasulullah SAW menjawab, “Hendaklah mereka ulurkan sejengkal.
”Ummu Salamah berkata lagi, “Kalau begitu, akan tampak kedua telapak kaki mereka.” Rasulullah menjawab lagi, “Hendaklah mereka ulurkan sehasta dan jangan ditambah lagi.” (HR Tirmidzî dan ia berkata ini adalah hadits hasan shahih
bahwa ayat yang mulia:
﴿يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ﴾
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (TQS al-Ahzâb [33]: 59)
Menujukkan bahwa jilbab itu satu potongan. Kata min di sini adalah li al-bayân (untuk penjelasan) yakni hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka.
Al-idnâ`(penguluran) dinisbatkan kepada jilbab. Ini berarti bahwa jilbab itu satu potongan yang diulurkan ke bawah. Dan tidak berupa dua potong, sesuai lafazh-lafazh ayat yang mulia tersebut. Sebab al-idnâ` dinisbatkan, seperti yang kami katakan, kepada jilbab.
Jika jilbab itu dua potongan maka dua potongan itu wajib diulurkan ke kedua kaki dan dengan begitu yang satu di atas yang lain, sehingga jilbab adalah hanya potongan yang luar yang diulurkan dari leher hingga kedua kaki… Begitulah, susunan “redaksi etimologis” menegaskan bahwa jilbab itu satu potongan sebab kata al-idnâ` dinisbatkan kepada jilbab seperti yang telah kami jelaskan….
Dan tentu saja, di samping apa yang kami sebutkan berupa pengulangan kata tsawb … Dan apa yang kami jelaskan sebelum hal itu yaitu bahwa jilbab adalah pakaian longgar yang dikenakan wanita di atas pakaianya yang biasa dan diulurkan sampai kedua kaki….
– Islam telah menekankan pakaian syar’iy ini sampai Islam tidak mengijinkan wanita untuk keluar jika tidak punya jilbab, tetapi ia harus meminjam jilbab dari saudarinya agar dia dapat keluar.
Jadi tidak cukup dia menutup auratnya dengan suatu pakaian, tetapi harus dengan jilbab dan kerudung dan tanpa tabarruj.