Tidak akan merugi orang yang senang bermusyawarah, termasuk saat ada permasalahan di rumahtangga. Adapun pihak yang terlibat bisa disesuaikan dengan jenis dan berat tidaknya masalah yang dihadapi. Bisa hanya suami dengan istri atau ditambah pihak lain.
Dengan bermusyawarah solusi terbaik bisa didapatkan dan kezaliman bisa dihindarkan.
Ini pula yang kerap dijalankan Rasulullah saw. manakala beliau dihadapkan para persoalan pelik terkait urusan umat. Beliau tidak segan untuk mengajak istri-istri atau para sahabat untuk bermusyawarah.
Saat muncul fitnah kepada ‘Aisyah ra. (hadîts al-ifki) yang dihembuskan orang-orang munafik misalnya, beliau berkonsultasi dengan orang-orang terdekatnya, yaitu Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid dan Zainab. Beliau berkonsultasi dengan Barirah, orang yang sangat mengenal ‘Aisyah.
Nabi saw. pun tidak lupa berkonsultasi dengan sejumlah sahabat terkait kaum munafik yang tidak pernah bosan untuk merusak nama baiknya. “Apa pendapat kalian tentang sekelompok orang yang paling benci kepada istriku (‘Aisyah)? Sungguh, yang aku tahu, istriku ini orang baik-baik,” demikian tanya beliau kepada mereka. (Syaikh Musthafa Al-‘Adawy, Fikih Akhlak)
Apa yang beliau lakukan sesuai dengan apa yang Allah Ta’ala perintahkan:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS Ali ‘Imrân, 3:159)