Perumpamaan orang yang menunaikan shalat tanpa kehadiran hati adalah seperti orang yang menghadiahkan 100 kotak kosong kepada raja. Tentu saja, orang itu pantas dihukum. Sementara, orang yang menunaikan shalat dengan kehadiran hati, dia bagaikan orang yang menghadiahkan permata seharga 1000 dinar kepada raja. Tentu saja, sang raja akan selalu mengingatnya.
Apabila engkau masuk ke dalam shalat, sesungguhnya dirimu tengah bermunajat kepada Allah Azza wa Jalla dan berbicara kepada Rasulullah saw. Bukankah kala itu engkau mengucapkan, “Assalâmualaika ayyuhan-Nabî wa rahmatullâhi wa barakâtuh (salam sejahtera beserta rahmat dan berkah Allah semoga dicurahkan kepadamu wahai Nabi)?”
Ketahuilah, bagi orang Arab, ucapan ayyuhal-rajulu (wahai fulan) hanya ditujukan kepada orang yang hadir bersamanya.
Maka, sungguh shalatnya orang yang disertai kehadiran hati akan berbeda dengan orang yang shalat dengan hati yang lalai. Allah tidak akan menerima doa orang yang hatinya lalai. Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak mengabulkan doa yang bersumber dari hati yang lalai dan lupa (kepada-Nya).” (HR At-Tirmidzi)
Tajul ‘Arûs: Rujukan Utama Mendidik Jiwa, Ibnu Athaillah.