Islam menghendaki kemudahan dan menghindari kesulitan dalam ibadah. Ketika sehat dan keadaan normal, lakukan ibadah dengan sempurna. Namun, saat sakit atau ada uzur, lakukan ibadah semampunya sesuai rukhshah (kemudahan) yang telah ditetapkan.
Anas bin Malik ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. memasuki masjid. Beliau kemudian menemukan seutas tali yang terikat di antara dua tiang. Beliau pun bertanya, “Apa ini?”
Orang-orang menjawab, “Itu kepunyaan Zainab. Dia shalat dan saat dia terlambat atau merasakan letih, dia akan berpegangan padanya.”
Mendengar hal itu, Nabi saw. bersabda, “Lepaskanlah ikatannya. Biarlah seseorang beribadah selama diri merasa segar (kuat). Akan tetapi, saat merasa letih hendaklah dia berhenti.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
“Riwayat ini menjadi bukti bahwa seseorang tidak diperkenankan untuk memaksakan diri dalam ibadah (terlebih ibadah sunnah) dan dia harus seimbang.
Selayaknya seseorang beribadah dalam keadaan segar bugar. Ketika merasa letih, mereka hendaknya berhenti dan bisa kembali melanjutkan ibadahnya saat sudah segar kembali,” demikian tulis Imam An-Nawawi.
(Syarh An-Nawawi alâ Muslim, 73:6